Program Sri Mulyani Dalam Kesteraan Gender Di Indonesia

Program Sri Mulyani Dalam Kesteraan Gender Di Indonesia

Program Sri Mulyani Dalam Kesteraan Gender Di Indonesia -Kesetaraan mengenai gender adalah salah satu permasalahan yang terus menjadi bahan pembicaraan di banyak pihak dan banyak sekali kaum wanita di Indonesia yang memperjuangkan haknya ini. Di zaman yang semakin berkembang ini, masih banyak sekali dijumpai mengenai anggapan miring mengenai permasalahan perempuan pada sektor ekonomi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun juga menyoroti soal masih banyaknya anggapan miring yang seolah meragukan potensi perempuan. Perbincangan mengenai anggapan miring tersebut menurut Sri Mulyani membuat tingkat produktivitas perempuan semkain terus menurun. http://162.214.145.87/

Program Sri Mulyani Dalam Kesteraan Gender Di Indonesia

“Perempuan Indonesia itu sejatinya punya performa sangat baik saat mereka masih menempuh pendidikan. Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) tertinggi di beberapa universitas biasanya diraih oleh perempuan,” ungkap Sri Mulyani di Main Hall BEI, Kawasan Sudirman, Jakarta.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) terus mengembangkan salah satu program unggulan yaitu Industri Rumahan (IR) di 21 kabupaten/kota di Indonesia. Program ini merupakan salah satu cara pemerintah untuk mengakhiri tiga permasalahan utama yang sering dihadapi perempuan dan anak yaitu kekerasan, perdagangan orang dan ketidakadilan akses ekonomi terhadap perempuan.

Sekretaris Kementerian PPPA, Pribudiarta Nur Sitepu, mengatakan peran perempuan dalam sektor ekonomi masih sangat minim.

“Bahkan peran perempuan tidak masuk dalam perhitungan GDP (Gross Domestic Product) atau dihitung dalam penerimaan pajak,” ungkap Pribudiarta di Gedung Kementerian PPPA, Jakarta.

Ia beranggapan bahwa permasalahan kesetaraan gender ini sektor ekonomi masih menjadi tugas yang belum ada solusinya untuk pemerintah. Maka dari itu pihaknya membuat program IR bertujuan untuk meningkatkan partisipasi perempuan pada kegiatan ekonomi. Industrian rumahanlah yang dijadikan pilihan karena pada dasarnya akan menjadi cikal bakal pergerakan ekonomi di masyarakat. Sayangnya industri rumahan yang ada di Indonesia dimulai dari level paling rendah yaitu level akar rumput.

Asisten Deputi Kesetaraan Gender Kementerian PPPA, Muhammad Ihsan, mengatakan sejatinya industri rumahan secara alami sudah berkembang di masyarakat. Cirinya adalah 73 persen dikerjakan perempuan, 53 persen berada di daerah rural, 70 persen produk yang dihasilkan adalah makanan dan lebih dari 50 persen berskala ultra mikro dengan jumlah pekerja 1-3 orang yang berasal dari anggota keluarga.

“Industri rumahan ini prosesnya diawali dengan material mentah lalu mereka melakukan proses pembuatan kemudian dikemas dengan sangat sederhana, biasanya menggunakan plastik. Baru setelah itu mereka menjualnya dengan cara konvensional seperti dijual ke tetangga,” ujar Ihsan.

Dari pondasi yang sudah ada ini, Ihsan mengatakan pihaknya melakukan pendampingan agar mereka para IR ini bisa berkembang lebih baik. Sebab tak jarang mereka juga sulit untuk mengakses sumber.

“Sumber di sini bukan hanya bahan baku atau modal. Tapi juga soal akses keuangan, akses ke program pemerintah dan lain sebagainya,” ujarnya.

Pada posisi inilah pemerintah hadir sebagai jembatan agar industri rumahan bisa mendapatkan akses yang lebih baik. Namun Ihsan tidak menampik bahwa pendampingan tersebut mengalami serangkaian kendala. Terutama pada industri rumahan di level paling bawah atau IR 1.

Program Sri Mulyani Dalam Kesteraan Gender Di Indonesia

“Untuk IR 2 atau IR 3 mungkin tidak terlalu sulit ya. Kalau IR 1 itu kami mendampingi bukan soal produknya tapi masih pada bagaimana memberikan semangat, agar mereka konsisten, tidak putus asa, jangan cepat puas. Masih di level itu,” ujarnya.

Meski demikian Ihsan mengatakan sejauh ini program tersebut berjalan dengan baik. Pihaknya juga mengatakan bahwa program ini merupakan program modeling sehingga hanya terbatas pada 21 kabupaten dan tidak akan ada penambahan lokasi lagi. Sebab diharapkan program ini bisa diadopsi dan dikembangkan oleh masing-masing pemerintah daerah.

“Kami tidak ekspansi ke daerah lain. Harapannya ini diteruskan oleh masing-masing pemerintah daerah,” tandasnya.

Performa yang luar biasa tersebut menurutnya masih berlanjut saat perempuan mulai masuk dunia kerja untuk satu hingga lima tahun pertama. Namun seiring bertambahnya usia, biasanya perempuan mulai tidak mementingkan lagi jenjang karier. Performa perempuan dalam bekerja pun mulai menurun.

“Para perempuan akan mulai berkeluarga, mereka akan meninggalkan pekerjaan dan mereka bahkan berpikir untuk tidak perlu punya karier yang lebih baik ketimbang laki-laki. Jadi ada begitu banyak masalah persepsi yang kemudian menciptakan kendala bagi seorang wanita untuk tampil,” ujarnya.

Jika seorang perempuan tetap bertahan pada kariernya, dan justru memiliki jenjang karier yang lebih baik, maka perempuan tersebut justru dianggap terlalu ambisius. Padahal menurut Sri Mulyani, jika posisi tersebut diisi oleh laki-laki, pandangan masyarakat akan berbeda. Laki-laki yang mapan dianggap sebagai hal sudah sewajarnya.

Sri Mulyani pun menyesalkan adanya perbedaan standar yang berbeda berlaku bagi perempuan dan laki-laki. Untuk itu, Sri Mulyani pun mengajak semua pihak terutama perempuan untuk tidak takut tampil dan berkarya. Khususnya untuk mendukung sektor perekonomian.

Rendahnya partisipasi angkatan kerja perempuan disoroti Menteri Keuangan Sri Mulyani. Kondisi tersebut dinilai masih menjadi masalah di hampir setiap negara, termasuk Indonesia.

Sri Mulyani beranggapan bahwa jumlah partisipasi angkatan kerja kaum perempuan di Indonesia saat ini sektar 54 persen saja. Sedangkan untuk  jumlah partisipasi angkatan kerja pria sudah mencapai 83 persen.

Upah kerja  yang diterima secara rata-rata income dari perempuan juga 32 persen lebih rendah dari laki-laki.

Kondisi tersebut disebabkan banyaknya kendala yang dihadapi perempuan, sejak dari masih anak-anak hingga dewasa. Selain itu, perempuan juga kerap kali kesulitan mendapatkan pinjaman karena mereka tidak memiliki jaminan.

Di sisi lain, partisipasi ibu rumah tangga selama ini juga kurang diperhitungkan dalam Produk Domestik Bruto (PDB). Namun Sri Mulyani mengatakan peluang memasukkan peran ibu rumah tangga dalam perhitungan PDB tengah dikaji secara global.

Secara statistik jika dilihat dari indikator GDP, yang dihitung adalah segala produk barang dan jasa yang dipertukarkan dalam market. Sementara pekerjaan domestik yang dilakukan umum biasanya tidak diperhitungkan sebab tidak ada transaksi marketnya.

Untuk sekarang dalam kondisi secara global sudah terdapat inisiatif dalam menginput valuenya itu. Sehingga nantinya dalam statistik dapat di-recognize sebagai nilai yang sangat penting. Sri Mulyani juga mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan kerja sama dengan Badan Pusat Statistik agar dapat memantau kondisi ini secara statistik. Dengan hadirnya data statistik membuat suatu informasi juga meliputi bukti sehingga isu yang beredar pun dapat dibuktikan sehingga masyarakat tidak terprovokasi apapun.

Acara “Ring the Bell for Gender Equality” atau “Membunyikan Bel untuk Kesetaraan Gender” diselenggarakan untuk pertama kalinya di Indonesia dalam rangka merayakan Hari Perempuan Internasional. Pada acara ini, perwakilan dari sektor publik dan swasta berkumpul untu mendukung kesetaraan gender dan pemberdayaan ekonomi perempuan di sektor bisnis.

Acara ini diselenggarakan oleh Indonesia Business Coalition for Women Empowerment (IBCWE), Indonesia Global Compact Network (IGCN), dan UN Women, serta didukung oleh Bursa Efek Indonesia dan International Finance Corporation.